Kamis, 30 Juli 2009

NABI BERMUKA MASAM?? Maret 26, 2007

Telaah Kritis Tafsir Al-Misbah U M. Quraish Shihab: Menyoal Muka Masamnya Nabi Saw


Teabathaba’i tidak menerima riwayat yang menyatakan bahwa ayat-ayat di atas turun sebagai teguran kepada nabi Muhammad saw. Menurut ulama itu redaksi ayat itu tidak secara jelas menyatakan bahwa teguran ditujukan kepada nabi Muhammad saw. Ia hanya mengandung informasi tanpa menjelaskan pelakunya. Bahkan—menurutnya— terdapat petunjuk bahwa yang dimaksud bukan nabi Muhammad saw
Berbicara tentang al-Qur’an adalah bak berbicara tentang samudera luas yang tak terbatas. Sesuai dengan kemampuannya, setiap orang pun mampu menyerap makna al-Qur’an sehingga dahaga spiritualnya terpuaskan. Tentu semakin tinggi ilmu seseorang maka semakin tinggi pula daya serapnya. Sosok Rasulullah saw dan Ahlul Baitnya adalah penafsir sempurna yang mengetahui secara tepat dan mendalam seluruh makna al-Qur’an, karena mereka adalah ar Rasikhuna fi al-`Ilm (orang-orang yang mendalam ilmunya). Maka, tak ada seorangpun selain mereka yang mengklaim bahwa buku tafsirnya sudah final alias sempurna, tak terkecualikan dalam hal ini Tafsir al-Misbah, karya besar Ustad M. Quraish Shihab.baca selengkapnya

Saya menyebutnya sebagai karya besar karena karya tafsir dalam bahasa Indonesia sedalam dan setebal ini sangat langka bisa kita temukan di tanah air, atau malah mungkin tidak ada sama sekali. Bagi saya, karya ini merupakan sumbangan besar dalam kepustakaan al-Qur’an di Indonesia. Hanya saja, “kebesaran tafsir ini” bukan berarti ia steril dari kesalahan dan kekurangan. Seperti yang dikatakan oleh penulisnya sendiri bahwa peminat studi al-Qur’an kiranya dapat menyempurnakannya. Karena betapapun, ini adalah karya manusia yang dha`if yang memiliki aneka kekurangan, demikian penegasan Ustad Quraish yang sangat tawadu`.

Berangkat dari situ, saya mencoba menelaah dan memberi catatan atas beberapa tema penting dalam tafsir tersebut. Pada tulisan kali ini, saya memulai dengan membahas perihal “Muka Masamnya Nabi saw”. Menurut hemat saya, masalah ini merupakan masalah yang penting yang layak untuk kita diskusikan guna mencari titik temu atau titik terang yang lebih menjanjikan. Dan pada kajian berikutnya—yakni tulisan selanjutnya yang sedang saya persiapkan secara berkala—akan menyinggung tema-tema penting lainnya.

Selanjutnya, marilah kita masuki pokok kajian ayat pertama dan kedua surah Abasa.

Allah swt berfirman: Dia bermuka masam dan berpaling, karena telah datang kepadanya seorang tunanetra (QS. Abasa: 1-2)

Pandangan Allamah Thabathaba’i

Sebelum memberikan pandangannya terhadap ayat tersebut, Ustad M. Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah terlebih dahulu menyampaikan pendapat Allamah Thabathaba’i berikut ini:

Thabathaba’i tidak menerima riwayat yang menyatakan bahwa ayat-ayat di atas turun sebagai teguran kepada nabi Muhammad saw. Menurut ulama itu redaksi ayat itu tidak secara jelas menyatakan bahwa teguran ditujukan kepada nabi Muhammad saw. Ia hanya mengandung informasi tanpa menjelaskan pelakunya. Bahkan—menurutnya— terdapat petunjuk bahwa yang dimaksud bukan nabi Muhammad saw, karena bermuka masam bukanlah sifat beliau terhadap lawan yang jelas-jelas berseberangan dengan beliau, apalagi terhadap kaum beriman. Lalu penyifatannya bahwa beliau memberi pelayanan kepada orang-orang kaya dan mengabaikan orang-orang miskin, tidaklah serupa dengan sifat nabi saw dan tidak juga dengan al-Murtadha (Sayidina Ali ra). Allah swt telah mengagungkan sifat nabi Muhammad saw ketika Yang Maha Kuasa itu berfirman dalam surah Nun yang turun sebelum turunnya surah ini bahwa:

“Dan sesungguhnya engkau berada di atas budi pekerti yang agung.” (QS. Nun: [68]: 4) Maka bagaimana mungkin Allah mengagungkan budi pekerti beliau secara mutlak pada masa awal kenabian beliau, lalu Dia mengecam beliau atas beberapa sikap dan mencelanya karena melayani orang-orang kaya—lagi meminta petunjuk. Di sisi lain—lanjut Thabathaba’i. Allah juga telah berpesan bahwa:

“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang mukmin.” (QS. asy-Syu`ara [26]: 215). Dan sekian banyak ayat yang semakna. Demikian antara lain Thabathaba’i yang kemudian meriwayatkan dari sumber Imam Ja`far ash-Shadiq bahwa ayat-ayat di atas turun menyangkut seorang dari Bani Ummayyah yang ketika itu sedang berada di sisi Nabi saw, lalu Abdullah Ibn Ummi Maktum datang. Ketika orang tersebut melihat Abdullah, dia merasa jijik olehnya, lalu menghindar dan bermuka masam sambil memalingkan wajah. Maka sikap orang itulah yang diuraikan oleh ayat-ayat di atas dan dikecam. Demikian Thabathaba’i.

Yang Terlewatkan dari Pandangan Allamah Thabathaba’i Dalam Tafsir Al-Misbah

Di bawah ini saya ingin menyampaikan secara utuh dan menambahkan apa yang disampaikan oleh Allamah dengan maksud itmamul faedah (biar manfaatnya menjadi sempurna) dan agar pembaca dapat membandingkan dengan mudah antara pandangan beliau dan kritikan Ustad M. Quraish Shihab. Berikut ini pandangan Allamah secara utuh:

Ayat-ayat tersebut (ayat pertama dan kedua—pen.) tidak mempunyai indikator kuat (dzahiratu dalalah) yang menunjukkan bahwa yang dimaksud adalah Nabi saw. Itu hanya sekedar berita tanpa menjelaskan dengan tegas siapa yang menjadi pusat berita. Bahkan pada hakikatnya ayat itu menunjukkan bahwa yang dimaksud selain Nabi saw. Sebab, muka masam (al-`abus) bukan sifat Nabi saw terhadap musuh-musuhnya yang keras, apalagi terhadap orang-orang mukmin yang mendapatkan hidayah (petunjuk).

Allah swt telah mengagungkan akhlak Nabi saw ketika Dia berfirman—sebelum turunnya surah ini (surah Abasa): “Dan sungguh padamu (Muhammad) terdapat budi pekerti yang agung.” Ayat ini terdapat dalam surah Nun dimana banyak riwayat-riwayat yang menjelaskan urutan surah menyepakati bahwa surah ini diturunkan setelah surah ‘Iqra bismi Rabbik (al-`Alaq). Lalu, bagaimana dapat diterima oleh akal: di satu sisi Allah swt mengagungkan akhlaknya di saat permulaan pengutusannya dan Allah menyatakannya secara mutlak lalu setelah itu di sisi lain Dia justru mencelanya atas sebagian perilaku dan akhlaknya yang tercela di mana dinyatakan bahwa beliau lebih memperhatikan orang-orang kaya meskipun mereka kafir dan berpaling dari kaum fakir miskin meskipun mereka beriman dan memperoleh hidayah.

Allah swt juga berfirman: “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.” (QS. asy-Syu`ara’: 215) Allah memerintahkan beliau untuk bersikap lembut terhadap orang-orang mukmin, surah ini pun termasuk surah Makkiyyah, sedang konteks diturunkannya ayat ini berkenaan dengan firman-Nya: “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,” yang turun pada masa-masa mula dakwah.

Begitu juga firman-Nya: “Janganlah sekali-kali kamu menujukan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka (orang-orang kafir itu), dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka dan berendah dirilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. al-Hijr: 88) Dan dalam konteks ayat ini terdapat firman-Nya: “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (QS. al-Hijr: 94) Ayat-ayat ini turun di permulaan dakwah secara terang-terangan, sehingga bagaimana mungkin kita membayangkan bahwa Nabi saw bermuka masam dan berpaling dari kaum mukmin, padahal beliau diperintahkan untuk menghormati keimanan mereka dan bersikap lemah lembut terhadap mereka serta beliau dilarang untuk terpikat dengan kekayaan para penyembah dunia (harta).9

Setelah memaparkan pendapat Allamah Thabathaba’i tersebut, ustad M. Quraish Shihab memberikan tanggapan dan kritikan atas keterangan Allamah sebagai berikut:

Hemat penulis, apa yang dikemukakan Thabathaba’i di atas lebih bayak terdorong oleh keinginan untuk mengagungkan nabi Muhammad saw, dan ini adalah suatu hal yang sangat terpuji. Hanya saja, alasan-alasan yang dikemukakannya tidak sepenuhnya tepat. Rasul saw sama sekali tidak mengabaikan Ibn Ummi Maktum karena kemiskinan atau kebutaannya, tidak juga melayani tokoh-tokoh kaum musyrikin itu karena kekayaan mereka. Nabi melayaninya karena mengharap keislaman mereka, yang menurut perhitungan akan dapat memberi dampak yang sangat positif bagi perkembangan— melebihi pelayanan ketika itu jika dibandingkan dengan melayani Abdullah Ibn Ummi Maktum.

Agaknya ketika itu beliau sadar bahwa menangguhkan urusan sahabat (Abdullah Ibn Ummi Maktum) dapat dimengerti oleh sang sahabat dan dapat diberi kesempatan lain, sedang mendapat kesempatan untuk memperdengarkan dengan tenang kepada tokoh-tokoh musyrik itu tidak mudah. Di sisi lain, kata “talahha” bukanlah berarti mengabaikan dalam pengertian menghina dan melecehkan, karena seperti penulis kemukakan di atas ia digunakan juga untuk mengerjakan sesuatu yang penting dengan mengabaikan sesuatu lain yang juga penting.

Apa yang dilakukan Nabi saw dengan hanya bermuka masam, tidak menegur dengan kata-kata apalagi mengusirnya adalah satu sikap yang sangat terpuji—dalam ukuran tokoh-tokoh masyarakat dewasa ini dan kala itu. Jangankan mengganggu pertemuan orang penting, mendekat saja ke ruangnya bisa-bisa mengakibatkan penangkapan atau paling tidak hardikan. Nabi saw sama sekali tidak melakukan hal itu. Bahkan muka masamnya pun tidak terlihat oleh Abdullah Ibn Ummi Maktum. Anda boleh bertanya: Jika demikian, mengapa beliau ditegur? Jawabannya karena beliau adalah manusia teragung, sehingga sikap yang menimbulkan kesan yang negatif pun tidak dikehendaki Allah untuk beliau perankan. Memang seperti bunyi rumus: Hasanat al-Abrar Sayyi’at al-Muqarrabin (apa yang dinilai kebajikannya orang-orang yang amat berbakti, masih dinilai keburukan oleh orang-orang yang didekatkan Allah kepada-Nya). Nabi Muhammad saw adalah makhluk yang paling didekatkan Allah ke sisi-Nya, karena itu beliau ditegur.

Apa yang beliau lakukan itu dapat menimbulkan kesan bahwa beliau mementingkan orang kaya atas orang miskin, orang terpandang dalam masyarakat dan yang tidak terpandang. Ini kesan orang lain, dan Allah hendak menghapus kesan semacam itu dengan turunnya ayat-ayat ini. Karena itu, teguran ayat-ayat di atas justru menunjukkan keagungan nabi Muhammad saw, dan bahwa beliau adalah manusia, tetapi bukan seperti manusia biasa, beliau adalah semulia-mulia makhluk Allah.

Di sisi lain teguran di atas mengajarkan kepada nabi Muhammad saw bahwa ada hal-hal yang terlihat dengan pandangan mata serta indikator-indikator yang nampak bahwa itulah yang baik dan tepat, tetapi pada hakikatnya jika diperhatikan lebih dalam lagi dan dipikirkan secara seksama atau jika diketahui hakikatnya yang terdalam, maka ia tidak demikian. Ini serupa dengan yang dialami oleh nabi Musa as bersama dengan hamba Allah yang membocorkan perahu, membunuh anak dan membangun kembali tembok yang nyaris roboh.

Dalam pandangan mata lahiriah, kesemuanya tidak dapat dibenarkan, tetapi dalam pandangan Allah dan hakikat sebenarnya justru itulah yang terbaik. Dalam kasus nabi Muhammad saw ini, Allah mengajarkan beliau bahwa kalaulah kelihatannya berdasarkan indikator-indikator yang nyata bahwa tokoh kaum musyrikin yang dilayani nabi Muhammad saw itu diharapkan memeluk agama Islam, maka pada hakikatnya tidaklah demikian.

Tokoh-tokoh itu sama sekali menolak apa yang beliau lakukan, dan dengan demikian menghadapi walau seorang yang benar-benar ingin belajar dan menyucikan diri jauh lebih baik. Allah swt tidak menjadikan pelajaran ini teguran dari seorang makhluk—bukan seperti pengajaran yang disampaikan Allah kepada nabi Musa as melalui teguran hamba-Nya yang saleh, karena hanya Allah sendiri yang mendidik beliau, sehingga sempurnalah kepribadian nabi Muhammad saw.[1]

Catatan dan Telaah atas Pendapat Ustad M. Quraish Shihab

1-Metedologi tafsir yang diyakini oleh Allamah adalah tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an. Artinya, beliau meyakini bahwa ayat-ayat al-Qur’an itu satu sama lain saling menafsirkan, saling menjelaskan dan saling menguatkan. Menurut Allamah, al-Qur’an itu pelita dan penjelas buat segala sesuatu maka mana mungkin ia tidak menjadi penjelas untuk dirinya sendiri!

2-Bila Ustad M. Quraish Shihab menyatakan bahwa yang bermuka masam itu memang nabi saw maka itu berarti beliau membenarkan riwayat Asbab Nuzul yang mengisahkan hal itu, padahal sanad perawinya bermasalah/lemah (dha`if). Redaksi riwayat itu sebagai berikut:

Pada suatu ketika Rasulullah saw menerima dan berbicara dengan pemuka-pemuka Quraisy yang beliau harapkan agar mereka masuk Islam. Bersamaan dengan itu datanglah Ibnu Ummi Maktum, seorang sahabat yang buta yang mengharap agar Rasulullah saw membacakan kepadanya ayat-ayat al-Quran yang telah diturunkan Allah. Tetapi Rasulullah saw bermuka masam dan memalingkan muka dari Ibnu Ummi Maktum (nama lengkapnya Abdullah bin Ummi Maktum) yang buta itu, lalu Allah menurunkan surat ini sebagai teguran atas sikap Rasulullah saw terhadap Ibnu Ummi Maktum itu.

Dalam kitab Sunan Turmudzi disebutkan bahwa pelaku yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah nabi saw. Al-Hakim meriwayatkan hadis serupa dengan sanad yang sama dimana bunyi hadisnya sebagai berikut:

“Diriwayatkan dari Sa`id bin Yahya bin Sa`id al-Umawi, dari ayahku dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya (Urwah bin Zubair), dari Aisyah ra. Berkata: Diturunkan tentang Ibnu Ummi Maktum yang buta, dia (Ibnu Ummi Maktum) mendatangi Rasulullah saw seraya berkata: ‘Berilah aku petunjuk!’ saat itu Rasulullah saw sedang bersama pembesar kaum musyrik, lalu Rasulullah saw berpaling darinya dan menghadap pada yang lain (pembesar kaum musyrik). Kemudian Ibnu Ummi Maktum bertanya: ‘Apakah saya melakukan kesalahan dalam ucapan saya tadi?’ Rasulullah saw menjawab: ‘Tidak.’ Dalam peristiwa ini turunlah surah Abasa.

Dalam tafsir al-Misbah, Ustad M. Quraish Shihab mengemukakan pendapat al-Wahidi yang meriwayatkan– tanpa menyebut sanad (rangkaian perawinya) bahwa setelah peristiwa ini, bila Abdullah Ibn Ummi Maktum ra datang, menyambutnya dengan ucapan: “Marhaban (selamat datang) wahai siapa yang aku ditegur—karena ia—oleh Tuhanku.”[2]

Di sini saya akan menyampaikan analisa dan kritikan terhadap kebenaran riwayat bermuka masamnya nabi saw tersebut. Kritikan ini saya sarikan dan nukil dari buku “Nabi Bermuka Manis Tidak Bermuka Masam”, karya guru saya yang terhormat al-Marhum Ustad Husein bin Abu Bakar al-Habsyi. Analisa dan kritikan terhadap kebenaran riwayat bermuka masamnya nabi saw yang saya maksud adalah:

1. Imam Bukhari dan Imam Muslim tidak meriwayatkannya, sehingga hadis ini tidak muttafaqun alaih (yang disepakati oleh keseluruhan) .

2. Sebab turunnya ayat tersebut simpang siur, yakni:
a) Delegasi Bani Asad datang menjumpai Rasul saw dan tidak ada hubungannya dengan Ibnu Ummi Maktum.
b) Sebab turunnya, al-A`la bin Yazid al-Hadhrami ditanya oleh Rasulullah saw, ‘Apakah ia dapat membaca al-Quran?’ Kemudian ia menjawab, ‘Ya, dan membaca surah Abasa.’
c) Sebab turunnya karena datangnya Abdullah bin Ummi Maktum kepada Rasulullah saw.
Dalam hadis tersebut terdapat para perawi sebagai berikut:
a) Yahya bin Sai`d.
b) Urwah bin Zubair (ayah Hisyam).
c) Hisyam bin Urwah.
d) Ummul Mukminin Aisyah.
Berikut ini penjelasan satu persatu siapa sebenarnya para perawi tersebut.

a) Yahya bin Sai`d

Dia adalah seorang penulis sejarah hidup nabi saw, namun Imam Ahmad tidak begitu mengandalkannya. Ia banyak menukil dari A`masy hal-hal yang aneh, dan ia bukan termasuk ahli hadis.[3]

b) Urwah bin Zubair

Dia termasuk orang yang berpredikat “nashibi” (orang yang membenci Ahlul-bait nabi saw). Dengan demikian, menurut Ibn Hajar al-Atsqalani, riwayat dari orang yang “nashibi” dianggap lemah dan tidak dapat dipercaya.

c) Hisyam bin Urwah

Pada akhir hayatnya, kekuatan hafalnya memudar. Orang yang mendengar riwayat darinya berubah-ubah. Ya`qub mengatakan, dia seorang yang tsiqqah (yang dipercaya), tidak ada satu pun riwayat yang dicurigai kecuali setelah ia tinggal di kota Irak dan mengobral hadis yang ia sandarkan riwayatnya pada ayahnya, sehingga ia ditegur oleh ulama kota tersebut.

Imam Malik tidak rela atau tidak setuju ia sebagai perawi hadis.
Ibn Hajar al-Atsqalani menganggapnya sebagai mudallis (menyandarkan riwayat bukan pada orang yang sebenarnya). Dengan demikian, riwayatnya tidak bisa dipercaya.

d) Ummul Mukminin Aisyah
Ayat tersebut turun di Mekkah, sedang Ummul Mukminin Aisyah ra masih kecil. Sehingga kita ragu dari mana beliau mendengar hadis tersebut.

Ath-Thabari, seorang pakar tafsir besar Ahlu Sunnah menyatakan bahwa at-Turmudzi menganggap hadis ini (hadis muka masamnya nabi saw) sebagai hadis yang aneh (hadza hadisun gharib).[4]

3-Al-Arif Billah al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi ra, penulis kitab maulid “Simthu Durar” yang cukup terkenal di kalangan habaib di Indonesia, mengatakan: “Bila Nabi saw diundang oleh seorang miskin maka beliau segera memenuhi panggilan atau undangannya.” [5] (Idza da`ahul miskinu ajabahu ijabatan mu`ajjalah). Dari sini dapat kita simpulkan bahwa cemberutnya nabi saw dan sikap yang lebih memperhatikan orang-orang kaya (bangsawan kafir) daripada seorang mukmin yang miskin adalah tidak sesuai dengan sifat beliau yang digambarkan oleh al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi ra.[]

Bersambung.. ..

Penulis: S1 Ulumul Quran di Universitas Imam Khomeini Qom Republik Islam Iran.

Rujukan:
____________ _________ _________ _________ _
9 Al-Mizan, karya Allamah Thabathaba’i, juz 20, hal.218-224, terbitan Muassasah al-A`lamiy, Beirut, Lebanon.
[1] (Tafsir al-Misbah Volume 15, dari halaman 62 sampai 65, Cetakan V)

[2] Tafsir al-Misbah Volume 15 halaman 60, Cetakan V.
[3] Muqaddimah Fath al-Bari, juz 2, hal. 205, cet. Maktabah al-Kulliyyat al-Azhariyyah.
[4] Al-Jami` li ahkamil Qur’an, Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi, jilid 19, hal. 212, penerbit Dar al-Kitab al-Arabi li ath-Thiba`ah wa an-Nasyr bil Qahirah 1387 H/1967 M
[5] Simthu Durar, karya al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi al-Hadhrami, hal. 23, cet, kedua 1388H/1968 M, Qahirah, Mesir.


Nabi saww Tidak Bermuka Masam

Surah 80 (Abasa)

Dengan nama Allah yang amat Pemurah lagi amat Mengasihani.

80:1 Dia (seorang pembesar Umayyah) berkerut muka (bermuka masam) dan berpaling (sedang dia bersama nabi).
80:2 Kerana telah datang kepadanya seorang buta (Ibn Um-Maktoom).
80:3 Tahukah kamu barangkali dia (si Buta) ingin membersihkan dirinya (dari dosa).
80:4 Atau dia (ingin) mendapat pengajaran (dari Rasul sawa) lalu pengajaran itu memberikan manfa’at kepadanya?
80:5 Adapun orang (ketua Umayyah) yang menganggap dirinya serba cukup [kaya],
80:6 maka kamu melayaninya
80:7 Padahal tidak ada (celaan) ke atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman),
80:8 Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera,
80:9 Dan dia takut (kepada Allah),
80:10 maka kamu mengabaikannya,
80:11 Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan.
Peristiwa pada turunnya surah ini adalah suatu kejadian sejarah. Suatu ketika Nabi [sawa] bersama beberapa pembesar Quraish yang kaya dari kaum Umayyah, diantara mereka adalah Uthman bin Affan, yang menjadi khalifah kemudiannya. Sedang nabi menyampaikan peringatan kepada mereka, Abdullah Ibn Umm Maktoom yang buta dan seorang dari para sahabat nabi [sawa] datang berjumpa dengan baginda. Nabi menyambutnya dengan hormat dan mendudukkannya dekat dengan baginda. Bagaimanapun baginda tidak terus menjawab soalan yang ditanyakan olehnya, kerana baginda sedang bercakap dengan pembesar Quraish.

Oleh karena Abdullah miskin dan buta, pembesar Quraish memandang rendah kepadanya, dan tidak suka kepada sanjungan dan kehormatan yang diberikan kepadanya oleh nabi [sawa]. Mereka juga tidak suka dengan kehadiran sibuta diantara mereka, dan menganggu perbualan mereka dengan nabi [sawa]. Akhirnya seorang dari pembesar Umayyah [iaitu Uthman bin Affan] berkerut muka pada Abdullah dan berpaling dari dia.

Perbuatan pembesar Quraish ini telah membuat Allah murka, dan Dia telah menurunkan Surah 80 [Abasa] melalui Jibril pada masa itu juga. Surah ini menyanjung kedudukan Abdullah walaupun dia miskin dan buta. Di dalam 4 ayat pertama, Allah mengecam tindakkan buruk pembesar Quraish. Dan di dalam ayat-ayat yang berikutnya, Allah memperingatkan nabiNya [sawa] bahawa menyampaikan kepada yang kafir tidaklah perlu jika si kafir tidak berhasrat untuk membersihkan diri dan menyakiti pula orang yang beriman, kerana tidak mempunyai kekayaan dan kesehatan [cacat].

Terdapat beberapa pengulas sunni yang meletakkan moral nabi [sawa] jauh lebih rendah dibawah purata manusia umum, dan menuduh baginda menghina Abdullah, dan dengan itu, mereka cuba mengatakan bahawa baginda tidak terlepas dari bermoral dan berkelakuan yang rendah. Sedangkan yang menghina simiskin adalah si pembesar Umayad yang masih bukan muslim, atau baru sahaja mengabungkan diri dengan para sahabat
[iaitu Uthman]. Dan bahkan sebahagian manusia demi untuk membersihkan nama Uthman dari perangai yang sedemikian, telah tidak teragak-agak menuduh nabi [sawa] pada kelakuan tersebut, dan dengan itu telah merendahkan moral nabi dan memuji Uthman. Memutar belitkan kejadian yang sedemikian telah dilakukan oleh Umayad semasa pemerintahan
mereka, melalui Penyampai yang digajikan. Telah diketahui umum bahwa Umayad adalah musuh keluarga nabi [sawa] dan juga Islam, dengan itu, tidak wajarlah bagi ketua mereka, Uthman, telah diberikan teguran di dalam al-Quran, dari itu para ulama yang berkerja untuk Umayad telah disuruh menulis yang ayat itu telah diwahyukan pada menegur nabi
[sawa], bukannya Uthman. Pendustaan secara terang-terangan ini adalah untuk memelihara kemuliaan Uthman dengan harganya pada menghina ketua para-para nabi. Ini adalah pendapat dari sebahagian pengulas sunni:

Telah dikatakan bahawa ayat ini diturunkan mengenai Abdullah Ibn Maktoom, dia adalah Abdullah Ibn Shareeh Ibn Malik Ibn Rabi’ah al-Fihri dari suku Bani ‘Amir Ibn Louay. Para mufassir banyak meriwayatkan bahawa ketika itu dia datang kepada Pesuruh Allah apabila baginda sedang cuba menyampaikan dakwah Islam kepada manusia-manusia itu: al-Walid bin al-Mughirah, Abu Jahl Ibn Husham, al-Abbas Ibn Abd al-Muttalib, Umayyah bin Khalaf, Utbah dan Syaibah. Si buta itu berkata: `Wahai Pesuruh Allah, bacakan dan ajarkan kepada ku, apa-apa yang Allah telah ajarkan kepada kamu.’ Dia berterusan memanggil kepada nabi dan mengulangi permintaannya, dengan tidak diketahuinya bahawa nabi sedang sibuk mengadap mereka-mereka yang lain, sehinggalah kebencian kelihatan pada wajah pesuruh Allah kerana telah diganggu. Nabi berkata kepada dirinya bahwa pembesar-pembesar ini
akan berkata, yang pengikutnya adalah orang-orang buta dan juga hamba abdi, maka baginda berpaling dari diri dia [si buta], dan menghadap kepada pembesar-pembesar yang dengannya baginda berbicara. Kemudian ayat itu diwahyukan.

Selepas itu Rasulullah [sawa] akan selalu melayaninya dengan baik dan jika baginda melihatnya, baginda akan berkata, kesejahteraan bagi dirinya yang mana Tuhanku telah menegur ku dengan dirinya.’ Baginda akan bertanya jika dia memerlukan apa-apa, dan dua kali dia ditinggalkan di Madinah sebagai pemangku baginda ketika ada peperangan.

Ulasan oleh sunni yang diatas telah juga dinyatakan di dalam “al-Durr al-Manthoor”, oleh al-Suyuti, dengan ada sedikit perbezaan. Abul Ala Maududi seorang lagi pengulas al-Quran dari sunni, yang mempunyai pandangan sederhana. Ini ada perterjemahannya untuk ayat 80:17 :

-Disini kecaman telah ditujukan terus kepada yang kafir, yang tidak mengindahkan kepada pengkhabaran kebenaran. Sebelum ini, semenjak mula surah sehingga ke ayat 16, ianya ditujukan walaupun kelihatan kepada nabi [sawas], tetapi yang sebenarnya bertujuan mengecam mereka yang kafir. (Rujukan: Tafsir al-Quran, oleh Abul Ala Maududi, halaman
1005, dibawah ulasan ayat 80:17 (Islamic Publications (Pvt.), Lahore)

Bagaimanapun, yang sebenarnya, al-Quran TIDAK memberikan sembarang bukti bahwa orang yang berkerut muka pada si Buta adalah nabi [sawa], dan tidak juga mengatakan kepada siapa ditujukan. Di dalam ayat al-Quran di atas Allah awj TIDAK mengatakan kepada nabi sama ada dengan nama atau darjah [iaitu Wahai Muhammad, atau Wahai Nabi atau Wahai Rasul] Lebih-lebih lagi terdapat pertukaran gantinama `dia’ di
dalam dua ayat pertama kepada `kamu’ di dalam ayat yang berikutnya diSurah tersebut. Allah TIDAK mengatakan:

`Kamu berkerut muka (bermuka masam) dan berpaling’. Bahkan Allah berfirman:

80:1 Dia (seorang pembesar Umayyah) berkerut muka (bermuka masam) dan berpaling (sedang dia bersama nabi).

80:2 Kerana telah datang kepadanya seorang buta (Ibn Um-Maktoom).

80:3 Tahukah kamu barangkali dia (si Buta) ingin membersihkan dirinya (dari dosa).

Walaupun jika kita menganggap bahawa `kamu’ di dalam ayat yang ketiga ditujukan kepada nabi [sawa], maka dengan ini jelaslah dari tiga ayat yang diatas bahawa perkataan `dia’ [orang yang berkerut muka] dan `kamu’ menunjukkan dua individu yang berlainan. Dua ayat yang berikutnya juga menyokong kata-kata itu:

80:5 Adapun orang (ketua Umayyah) yang menganggap dirinya serba cukup [kaya],

80:6 maka kamu melayaninya

80:7 Padahal tidak ada (celaan) ke atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman).

Dari itu orang yang berkerut adalah yang lain (bukan) dari nabi sendiri disebabkan oleh perbezaan yang nyata diantara `dia’ dengan `kamu’. Di dalam ayat 80:6 Allah berfirman kepada nabiNya [sawa] dengan mengatakan bahawa, menyampaikan kepada ahli Quraish
yang sombong, yang berkerut muka kepada si Buta tidak ada faedahnya, dan tidak perlu diutamakan dari menyampaikan kepada sibuta, walaupun si buta datang kemudian. Sebabnya adalah, menyampaikan kepada sesaorang yang tidak mahu mensucikan dirinya [sehinggakan dia berkerut muka kepada orang yang beriman] tidak akan ada hasilnya.

Namun demikian tidaklah juga mungkin dhamir mukhatab (lawan bicara) ayat ini ditujukan kepada Rasulullah [sawa] sebab beliau [sawa] baru sahaja mendapatkan wahyu dari Allah SWT dalam Surah 53: 33, supaya menjauhi orang-orang yang berpaling dari peringatan Allah dan mereka hanya menginginkan kehidupan duniawi sahaja. Ayat tersebut
menyatakan:”Maka apakah kamu melihat orang yang berpaling ?(Apa-raaitalazhi tawalla)”. Mustahil peringatan ini di langgar oleh Nabi [sawa]. Apabila ditinjau dari ilmu nahu, maka mendahulukan harf jarr atau isim majrur memiliki arti pengkhususan (ikhtisah). Maka lebih
layaklah jika dhamir ayat di atas ditujukan khusus kepada pembesar Quraisy berkenaan iaitu al-Walid bin Mughirah yang terkenal mempunyai motivasi seperti itu.

Lebih-lebih lagi, berkerut muka bukanlah dari keperibadian atau tingkah laku nabi [sawa], walaupun terhadap musuhnya, apa lagi jika terhadap mereka yang beriman yang ingin mendapat petunjuk! Sesaorang mungkin boleh bertanya, bagaimana nabi [sawa] yang telah dikirimkan kepada manusia sebagai RAHMAT boleh berkelakuan dengan begitu keji,
sedangkan orang yang mempunyai iman yang sederhana, tidak berperangai dengan yang sedemikian? Tuduhan itu juga bertentangan dengan keterangan mengenai moral dan etika suci nabi [sawas] yang dikatakan oleh Allah sendiri:

`Sesungguhnya kamu (Muhammad sawa) mempunyai akhlak yang amat agung (khuluqin-azim).’ [68:4]

Sesaorang yang menghina orang lain tidak berhak kepada pujian tersebut. Telah dipersetujui Surah al-Qalam [68] diwahyukan sebelum Surah Abasa [80]. Bahkan ianya telah diwahyukan selepas Surah Iqra’ [96 surah yang pertama diwahyukan] Bagaimana boleh diterima bahawa Allah menganugerahkan kebesaran terhadap makhlukNya pada permulaan
kenabiannya, mengatakan bahawa dia mempunyai akhlak yang termulia, dan kemudiannya berpatah balik mengecam dan mengkritik dia terhadap sesuatu tindakkan kesalahan dari dia yang tidak bermoral.

Juga Allah SWT berfirman:

`Dan berilah peringatan saudara terdekat, dan berlemah lembutlah kepada mereka yang mengikut kamu dari kalangan yang beriman.’ [26:214-215]

Telah diketahui bahawa ayat ini diwahyukan pada permulaan islam di Makah. Ayat yang sama juga boleh didapati pada penghujung ayat 15:88. Allah yang maha berkuasa, telah berkata lagi:

`Maka sampaikanlah secara terbuka apa yang kamu diperintahkan dan berpalinglah dari mereka yang musyrik.’ [15:94]

Baginda telah diarahkan untuk berpaling dari mereka yang kafir di dalam ayat itu, yang diketahui telah diwahyukan pada permulaan `panggilan terhadap Islam.’ [selepas tempuh secara rahsia pada mulanya]

Bagaimana boleh kita gambarkan bahawa setelah segala arahan disampaikan pada permulaannya, nabi yang agung dan mulia boleh membuat kesalahan sehingga memerlukan kenyataan pada membetulkan baginda?

Para pentafsir al-Quran dari mazhab Ahlul-Bayt berhujah bahwa, bahkan persoalan pada ayat ketiga dan keempat pada surah tersebut mengenai keraguan terhadap Abdullah mendapat faedah atau tidak dari berkata-kata dengan nabi [sawa], telah terdapat di dalam fikiran seorang dari mereka yang belum memeluk Islam, yang tidak tahu akan keajaipan sinaran cahaya terhadap Islam. Ini tidak pernah berlaku di dalam fikiran nabi [sawa] yang telah dihantar untuk menyampaikan keimanan kepada setiap seorang dan semuanya, tidak kira apa juga kedudukan mereka di dalam kalangan manusia. Berdasarkan kepada itu,
mereka merumuskan bahawa perkataan `kamu’ pada ayat ketiga masih tidak ditujukan kepada nabi, bahkan ianya menunjukkan kepada salah seorang dari Umayad yang hadir, dan bahawa TIADA dari empat ayat pertama, dari surah tersebut [80:1-4] mengatakan kepada nabi [sawa] walaupun ayat yang kemudiannya dikatakan kepada nabi [sawa].

Mereka yang biasa dengan bahasa al-Quran dan membaca al-Quran Arab yang asal, sudah pasti tahu dengan tata cara penulisan al-Quran pada pertukaran diantara orang pertama, kedua dan ketiga. Terdapat banyak ayat di dalam al-Quran; Allah terus sahaja menukarkan terhadap yang diperkatakan, dan dengan begitu, biasanya tidak mudah untuk
menentukan siapa yang diperkatakan, apabila nama mereka yang diperkatakan tidak disebutkan. Itulah makanya nabi telah mengarahkan kita untuk merujuk kepada Ahlul-Bayt [as] untuk penghuraian ayat-ayat al-Quran, oleh kerana mereka `mempunyai pengetahuan yang mendalam’ [3:7] dan adalah juga `Orang yang Mengetahui’ [16:43; 21:7] dan mereka adalah orang yang telah disucikan, yang telah memahami pengertian maksud al-Quran [56:79]

Telah dikatakan bahawa Imam Jafar al-Sadiq [as] sebagai berkata:

Ia telah diwahyukan mengenai seorang dari kaum Umayyah, dia berada bersama nabi [sawa], kemudian Ibn Umm-Maktoom datang, apabila dia melihat beliau, dia mengejinya; menjauhkan diri, mengerutkan muka (bermuka masam) dan berpaling darinya. Maka Allah telah mengatakan, apa yang tidak disukaiNya dari tindakkan Umayyah itu.

Di dalam Tafsir Sayyid Shubbar, telah dikatakan dari al-Qummi bahawa:

Ayat itu telah diwahyukan mengenai Uthman dan Ibn Umm-Maktoom, dan dia seorang buta. Dia datang kepada Pesuruh Allah [sawa], sedang baginda bersama sekumpulan para sahabat, dan Uthman ada bersama. Rasul memperkenalkan beliau kepada Uthman, dan Uthman berkerut muka dan berpaling.

Allah yang maha berkuasa berfirman di dalam al-Quran mengenai Muhammad bahawa:

`Tidak dia berkata-kata dari kehendaknya. Itu adalah wahyu yang telah disampaikan.’ [53:3-4]

Jadi bagaimana nabi [sawa] boleh mengatakan sesuatu yang menghinakan jika segala perkataannya adalah wahyu atau ilham dari Allah? !!!! Nabi TIDAK PERNAH berkata-kata dari kehendaknya. Yang menariknya adalah, ulama sunni mengesahkan bahawa Surah Abasa [80] telah diwahyukan SELEPAS surah al-Najm [53] dimana ianya telah mengatakan bahwa nabi TIDAK PERNAH berkata-kata dari kehendaknya.

Juga ayat 33:33 dari al-Quran mengesahkan bahawa Ahlul-Bayt adalah sempurna bersih dan suci. Kita semua tahu bahawa kemuliaan nabi jauh lebih tinggi dari keluarganya. Dia juga terjumlah di dalam ahlul-Bayt. Jadi bagaimana dia boleh menyakiti orang yang beriman dan terus mengekalkan kesuciannya???

Seandainya masih ada lagi tanggapan bahawa ayat itu ditujukan kepada Nabi [sawa] – sila perhatikan di dalam ayat yang diwahyukan di mana Allah berfirman:

80:7 Padahal tidak ada (celaan) ke atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman).

Maka perkataan diatas `tidak ada (celaan)’ bererti bahawa apa yang nabi lakukan bukanlah satu kesalahan.

Juga apabila Allah berfirman: Menyampaikan kepada mereka, tidaklah perlu JIKA pembesar Quraish itu tidak mahu mensucikan diri. Pada mulanya Nabi [sawa] tidak tahu bahawa ketua kaum Quraish akan mengerutkan muka pada si Buta, dengan itu, syarat `jika’ belum dilaksanakan, dari itu nabi perlulah menyampaikan peringatan sebelum peristiwa mengerutkan muka itu berlaku [kerana nabi sedang berucap dengan Quraish apabila si buta sampai]. Dan sebaik sahaja pembesar Quraish mengerutkan muka, nabi berhenti dari menyampaikan peringatan, dan ayat itu diwahyukan. Sebagaimana yang kita boleh lihat, apa yang nabi [sawa] lakukan adalah melaksanakan tanggong jawabnya saat demi saat.

Peringatan itu adalah untuk masa hadapan, sebagaimana dengan ayat al-Quran yang lain dimana Allah mengingatkan rasulNya bahawa tidaklah perlu bersusah yang amat sangat di dalam memberikan petunjuk kepada manusia, oleh kerana sebahagian dari mereka tidak akan dapat petunjuk, dan rasul tidaklah perlu bersusah hati mengenainya.

Sebagai rumusannya, kami telah berikan keterangan dari al-Quran, Hadith, Sejarah dan Nahu Arab, untuk menyokong fakta bahawa pada permulaan ayat dari surah tersebut TIDAKLAH merujuk kepada nabi Muhammad [sawa] dan orang yang mengerutkan muka pada si buta bukanlah nabi [sawa]. Kami juga menyatakan bahawa ayat 80:5-11 adalah
peringatan untuk waktu yang akan datang kepada nabi Muhammad bahawa menyampaikan kepada mereka yang kafir tidak akan berhasil, jika yang kafir tidak mahu mensucikan dirinya dan apabila sikafir menghina mereka yang beriman kerana tidak punya harta dan kurang kesihatan [cacat].

Ulasan Tambahan:

Seorang saudara dari golongan sunni mengatakan bahwa, ulama tafsir menulis, surah 80 telah diwahyukan selepas nabi cuba untuk menyakinkan empat orang Quraish yang terkemuka untuk memeluk Islam iaitu Utbah Ibn Rabi’ah, Abu Jahl (Amr Ibn Hisham), Umayyah Ibn Khalaf, dan saudaranya, Ubayy [tidak ada disebut Uthman Ibn Affan]. Lebih lagi, al-Qurtubi menyebut di dalam buku Tafsirnya bahawa ayat itu adalah ayat Madina [diwahyukan di Madinah] bererti bahawa Uthman telah memeluk Islam pada ketika itu.

Jawaban saya adalah seperti berikut: Kesemua Muslim telah bersetuju bahawa Surah Abasa [80] telah diwahyukan di Makah lama sebelum penghijrahan nabi ke Madinah. Lebih menarik lagi mereka telah mengesahkan bahawa Surah Abasa [80] telah diwahyukan `SEJURUS SELEPAS’ Surah al-Najm [53] dimana Allah berkata nabi tidak berkata-kata dari kehendaknya!!! Sekali lagi berdasarkan dari sunni, Surah al-Najm adalah surah al-Quran yang ke 23 diwahyukan dan Surah Abasa adalah surah yang ke 24, dan keduanya adalah surah Makah yang terawal. Mungkin, apa al-Qurtubi telah sebutkan hanya sekadar untuk
memalingkan perhatian umum dari isu Uthman yang ditegur di dalam surah tersebut, dan dengan itu menyelamatkan kehormatannya dengan mengalihkan tuduhan itu kepada nabi [sawa]

Satu lagi kecacatan yang terdapat di dalam kenyataan diatas tadi adalah, bahawa dia berkata seorang dari pembesar Quraish itu adalah Abu Jahl. Apa yang Abu Jahl buat di Madinah? Tidakkah kamu tahu, wahai saudara, bahawa Abu Jahl tinggal di Makah, dan seorang dari musuh utama nabi, dan tidak pernah berpindah ke Madinah untuk bertemu
nabi, dan dia diantara mereka yang terbunuh di Peperangan Badr.

Mereka yang lain yang disebutkan dilaporan yang diatas: Utbah dan Umayyah juga terbunuh bersama ketua mereka, Abu Jahl, di dalam Peperangan Badr. Tiada dari mereka yang mempunyai peluang untuk bertemu dengan nabi [setelah penghijrahan nabi] melainkan di medan peperangan di Badr di mana jasad mereka telah dibawa keperigi yang terkenal itu.

almawaddah@yahoogroups.com
———————————————————————-

Rujukan:
al-Mizan, oleh al-Tabataba’i (Arab), jilid 20, ms 222-224.
al-Jawhar al-Thameen fi Tafsir al-Kitab al-Mubeen, oleh Sayyid
Abdullah Shubbar, jilid 6, ms 363.
Perbahasan lebih lanjut boleh dibaca dari buku karangan Hussein al-
Habsyi bertajuk,”Nabi SAWA Bermuka Manis Tidak Bermuka Masam,”
Penerbitan al-Kautsar, Jakarta,1992.

Sumber: http://fatimah.org/kisah/rasul/masam.htm

Hasan Nasrullah : selama Hizbullah Ada, kami tak akan pernah mengakuiZionis Israel


Hassan Nasrallah, sekretaris jenderal kelompok Hizbullah Lebanon, mengatakan bahwa gerakan Hizbullah tidak akan pernah mengakui Israel, dan menolak prasyarat-prasyarat yang diajukan AS untuk dialog.

“Kepada mereka yang menentukan syarat-syarat pada kami, kami katakan :” Kami tidak akan pernah mengakui Negara penjajah Israel, “kata Nasrallah dalam pidato pada hari Jumat.

Gedung Putih mengatakan pada hari Selasa bahwa gerakan Hamas Palestina dan Hezbollah harus meninggalkan kekerasan dan mengakui Israel sebelum mereka berharap dapat berdialog, bahkan dalam level rendah sekalipun.

“Kami menolak Syarat-Syarat yang diajukan Amerika….. Hari ini, esok dan setelah 1000 lagi, dan bahkan sampai akhir zaman, selama HIzbullah ada dan eksis, ia tidak akan pernah mengakui negara penjajah Israel,” Kata Nasrallah.

Seorang pejabat senior Amerika pada hari Kamis mengatakan dia tak bahagia dengan keputusan Inggris untuk membuka kontak tingkat rendah dengan Hezbollah.

Persatuan Arab

Nasrallah juga menyatakan rasa bangganya atas tindakan Arab Saudi dan Mesir yang ingin memperbaiki hubungan dengan Suriah, dimana Suriah selama ini dikenal sebagai pendukung Hizbullah.

“Segenap tindakan rekonsiliasi Arab akan mengukuhkan kita,” katanya.

Nasrallah juga mengajak Riyadh dan Kairo untuk menjalin hubungan lebih akrab dengan Iran.

Baca :

http://english.aljazeera.net/news/middleeast/2009/03/200931322165471789.html

rahasia kemenagan hizbullah


Rahasia Kemenangan Hizbullah
(pernah dimuat di harian Padang Ekspres)

Perang Lebanon telah usai. Meski menorehkan banyak luka, derita, dan kehilangan, rakyat Lebanon menyambut kemenangan ini dengan suka cita. Masyarakat Dunia Arab juga gembira. Kemenangan Hizbullah melawan agresi Israel, yang sering disebut-sebut sebagai kekuatan militer nomor satu di Timur Tengah, seolah-olah telah mengembalikan muka Dunia Arab. Sebagaimana diketahui, pada tahun 1967 Israel secara tiba-tiba melakukan serangan terhadap wilayah Mesir, Syria, Jordan. Hanya dalam waktu enam hari, ketiga negara yang menjadi representasi perlawanan bangsa Arab terhadap Israel itu, kalah telak. Namun kini, sebuah kekuatan milter yang sederhana dari segi peralatan tempur ternyata tidak bisa dikalahkan Israel, meski rezim ini sudah menghabiskan dana antara 95-115 juta dollar AS per hari selama 34 hari perang. Bukan hanya Dunia Arab, Dunia Islam secara umum pun bangkit harga dirinya dan meraih keyakinan kembali bahwa Israel bukanlah negara tak terkalahkan, sebagaimana yang selama ini menjadi mitos.

Analis militer Iran, Doktor Ala'i, menyimpulkan bahwa anggota pasukan Hizbullah memiliki tiga karakteristik penting yang menjadi kunci kemenangannya dalam perang ini. Hizbullah memiliki pasukan yang tidak takut mati dan menganggap bahwa kematian syahid adalah tujuan hidup; telah menjalani latihan militer yang sangat ketat; dan mengenali dengan baik setiap sentimeter medan perang. Kekalahan Israel sesungguhnya dimulai ketika mereka mengirimkan pasukan darat ke dalam kawasan Lebanon selatan. Medan peperangan yang berbukit-bukit, bersemak, dan berpohon-pohon, memberikan kesempatan bagi Hizbullah untuk memenangkan perang. Di televisi diperlihatkan, suatu saat suatu kawasan sudah dibombardir habis oleh pesawat Israel, dan secara teori, seharusnya semua pasukan Hizbullah yang berada di kawasan itu tewas. Namun tiba-tiba dari dalam tanah, bermunculan tentara Hizbullah dan melakukan serangan balik kepada tentara darat Israel.

Analisis politik Iran lainnya menyebut bahwa kunci kemenangan Hizbullah adalah solidnya pasukan dan rapinya jaringan komunikasi selama perang berlangsung. Hizbullah sama sekali tidak bisa ditembus oleh mata-mata Israel, yang sudah sangat terkenal kehebatannya itu. Bisa dipastikan, hal ini bersumber dari dukungan rakyat. Konon, setiap keluarga warga Lebanon selatan salah satunya pasti menjadi anggota Hizbullah, baik aktif maupun pasif. Kesolidan pasukan Hizbullah juga membuat saluran komunikasi dari panglima tertinggi hingga ke pasukan terdepan tidak bisa diputus oleh Israel. Selain itu, penghubung komunikasi antara Hizbullah dengan rakyat Lebanon, yaitu televisi Al Manar, tetap mengudara selama perang. Padahal, Israel telah membombardir banyak situs yang disangka sebagai pusat penyiaran televisi ini, termasuk stasiun televisi nasional Lebanon.

Kini, ketika perang usai, Hizbullah masih terus menjadi berita. Pasalnya, organisasi militer ini bergerak cepat untuk membantu rakyat Lebanon korban perang. Mereka memberikan bantuan uang 12.000 dollar AS untuk tiap keluarga yang kehilangan rumah, yang digunakan untuk menyewa rumah selama setahun, sampai rumah mereka kembali dibangun. Para anggota Hizbullah yang semula angkat senjata, kini tengah sibuk bekerja membangun atau memperbaiki kembali berbagai sarana fasilitas umum yang rusak akibat perang, dan setelah itu mereka merencanakan akan membangun kembali rumah-rumah yang hancur. Selain pasukan Hizbullah, diperkirakan, ada sekitar 1000 tenaga profesional, terutama insinyur teknik, yang menjadi sukarelawan dalam program rekonstruksi yang disebut dengan Jihad Al Bina (Jihad Pembangunan) ini.

Gerak cepat Hizbullah ini, tak urung menimbulkan kekhawatiran dari negara-negara Barat, sebagaimana dilansir Financial Times (27/8). Koran ini bahkan menyebut Perancis telah menyeru negara-negara Arab agar segera mengumpulkan dana rekonstruksi Lebanon, supaya tidak ketinggalan dari 'kekuatan radikal'. Meskipun disanggah oleh Hizbullah, banyak pihak yang mengira, sumber dana besar yang dimiliki organisasi militer itu berasal dari Iran. John Bolton, Duta Besar AS untuk PBB seperti dikutip Associated Press (28/7), menyatakan bahwa Iran membantu Hizbullah 100 juta dolar pertahun.

Menurut pengamatan saya, angka 100 juta dolar pertahun itu sulit dipercaya. Kondisi perekonomian Iran saat ini tidaklah memungkinkan untuk mengirim bantuan dalam jumlah yang sedemikian besar kepada Hizbullah. Iran bukanlah negara kaya. Menurut Bank Dunia, pendapat per kapita Iran saat ini rata-rata 2429 dollar dolar dan berada di urutan ke-99 negara dunia. Pemerintah negara ini masih harus berjuang menyelesaikan banyak masalah dalam negeri, terutama masalah pengangguran (11 persen) dan inflasi (yang saat ini masih di atas 10 persen). Pemerintah Iran juga masih harus menanggung subsidi yang sangat besar pada berbagai sektor ekonomi nasional.

Lalu, dari manakah sumber keuangan Hizbullah yang sedemikian besar itu? Saya menduga, sumbernya adalah mobilisasi dana kaum Syiah seluruh dunia, yang dikelola oleh para ulama mereka. Di dalam mazhab Syiah, dikenal zakat penghasilan (disebut khumus) sebesar 20 persen pertahun, yang harus langsung diserahkan kepada para ulama tertentu yang memiliki predikat marji' (rujukan). Setahu saya, di Iran minimalnya ada sembilah ulama berstatus marji' (antara lain, Ayatullah Khamenei, Ayatullah Lankarani, Ayatullah Behjat), di Lebanon ada satu ulama marji' bernama Ayatullah Muhammad Husein Fadhlullah, dan dari Irak dikenal nama Ayatullah Sistani. Bisa dibayangkan, betapa besar dana zakat dari seluruh penjuru dunia yang berada di tangan para ulama itu. Dana besar itu dimanfaatkan sesuai dengan pertimbangan para ulama tersebut. Sangat masuk akal bila Hizbullah menjadi salah satu tempat penyaluran dana itu, yang pada gilirannya dimanfatkan organisasi militer itu untuk kepentingan korban perang di Lebanon.

Terlepas dari masalah siapa yang memberi dana kepada Hizbullah, seharusnya dunia Islam tidak tinggal diam dalam melihat proses rekonstruksi di Lebanon. Sangat miris bila diingat bahwa justru Perancis yang menyerukan agar negara-negara Arab mengumpulkan bantuan (terlepas dari apa motivasi Perancis di balik seruan ini). Sebagaimana diungkapkan di awal tulisan ini, kemenangan Hizbullah telah menyelamatkan muka dunia Arab, karena itu sudah seharusnya mereka berterima kasih dengan cara membantu proses rekonstruksi. Terlebih lagi, seperti dikatakan seorang analis politik Iran, bila dunia Arab dan dunia Islam pada umumnya bersatu membantu Lebanon, secara politis, Israel akan semakin tersudut. Terakhir, mengapa 'siapa yang membantu Hizbullah' harus dipermasalahkan, sementara AS dibiarkan setiap tahun secara terang-terangan menyuplai 2,2 milyar dollar ke Israel?

Rabu, 29 Juli 2009

sejarah doa kumail

Doa Kumayl diajarkan Imam ali Menurut seorang alim besar, Sayyid Ibn Thawuus, dalam buku Iqbal, riwayat ini disampaikan Kumayl: Pada suatu hari, saya duduk di Masjid Basrah bersama Maulana Amirul Mukminin (Imam Ali) membicarakan hal Nisfu Sya'ban. Ketika ditanya tentang ayat "Fiiha yufroqu kullu amrin hakimin" QS 44:4), Imam Ali mengatakan ayat ini mengenai Nisfu Sya'ban; orang yang beribadat di malam itu, tidak tidur dan membaca Doa Hidhir, akan diterima doanya oleh Alah SWT.

Ketika Imam Ali pulang kerumahnya, dimalam itu, saya menyusul beliau. Melihat saya, imam bertanya, apakah keperluan anda kemari? Jawab saya, saya kemari untuk mendapatkan doa Hadhrat Hidir, Imam mempersilahkan saya duduk, seraya mengatakan: "Ya Kumayl apabila anda menghafal doa ini dan membacanya setiap malam jum'at cukuplah itu untuk melepaskan anda dari kejahatan, anda akan ditolong Allah diberi rizki dan doa ini akan makbul. Ya Kumayl, lamanya persahabatan dan kekhidmatan anda, menyebabkan anda dikarunia nikmat dan kemuliaan untuk belajar (Doa Kumayl)".

Dalam Mafatihul Jinan, Muhaddits besar Al-Qummi, yang dikutip dalam Mishbah-ul-Mutahajjid, disebutkan bahwa doa ini adalah doa terbaik dan termasyur sebagai Doa Hadhart Hidr dan bahwa Imam Ali mengatakan kepada Kumayl, salah seorang sahabat beliau, untuk membacanya dimalam Nisfu Sya'ban dan setiap malam Jum'at. Dikatakan bahwa doa ini memperluas pintu rezeki dan melawan niat jahat musuh dan meluputkan dari dosa.

doa kumail

Ya Allah, aku bermohon pada-Mu dengan rahmat-Mu yang meliputi segala sesuatu
Dan dengan Kekuatan-Mu yang dengannya Engkau taklukkan segala sesuatu
Dan merunduk segala sesuatu
Dan merendah segala sesuatu
Dan dengan keagungan-Mu yang megalahkan segala sesuatu
Dan dengan kemuliaan-Mu yang tak tertahankan oleh segala sesuatu
Dan dengan kebesaran-Mu yang memenuhi segala sesuatu
Dan dengan kekuasaan-Mu yang mengatasi segala sesuatu
Dan dengan wajah-Mu yang kekal setelah fana segala sesuatu
Dan dengan asma-Mu yang memenuhi tonggak segala sesuatu
Dan dengan ilmu-Mu yang mencakup segala sesuatu
Dan dengan cahaya wajah-Mu yang menyinari segala sesuatu
Wahai Nur, Wahai Yang Maha Suci
Wahai Yang Awal dari segala yang awal dan Wahai Yang Akhir dari segala yang akhir
Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang meruntuhkan penjagaan
Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku penyebab hukum karma
Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang merusak nikmat
Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang merintangi doa
Ya Allah, ampinilah dosa-dosaku yang menurunkan bencana
Ya Allah, ampunilah dosa-dosaku yang memutuskan tali harapan
Ya Allah, ampunilah segala dosa yang telah kulakukan
Dan segala kesalahan yang telah kukerjakan
Ya allah, aku datang menghampiri-Mu dengan berdzikir (kepada)-Mu
Kumohon pertolongan pada diri-Mu
Aku bermohon kepada-Mu dengan kemurahan-Mu agar Kau dekatkan daku ke haribaan-Mu
Sempatkan daku untuk bersyukur kepada-Mu
Bimbinglah daku untuk selalu mengingat-Mu
Ya Allah, aku bermohon kepada-Mu dengan penuh kerendahan, hina dan kekhusyuan
Agar Engkau maafkan dan sayangi daku
Dan jadikan daku rela dan puas akan pemberianmu
Dan dalam segala keadaan tunduk dan patuh (kepada-Mu)
Ya Allah, aku bermohon kepada-Mu laksana permohonan orang-orang yang terdesak oleh kesulitannya
Yang menghampiri-Mu ketika terpojok urusannya
Yang besar dambaannya untuk meraih apa yang ada disisi-Mu
Ya Allah, Maha Besar kekuasaan-Mu
Maha Tinggi kedudukan-Mu
Selalu tersembunyi rencana-Mu
Selalu tampak kuasa-Mu
Selalu tegak kekuatan-Mu
Selalu berlaku kodrat-Mu
Tak mungkin lari dari kekuasaan-Mu
Ya Allah, tiada kudapat pengampun bagi dosa-doasku
Tiada penutup bagi kejelekan-kejelekanku
Dan tiada yang dapat menggantikan amalku yang jelek dengan kebaikan melainkan Engkau
Tiada Tuhan selain Engkau Maha Suci Engkau dengan segala puji-Mu
Telah aku aniaya diriku
Dan telah berani aku melanggar, karena kebodohanku
Tetapi kusandarkan diri pada ingatan dan karunia-Mu yang berkekalan atasku
Ya Allah, pelindungku
Betapa banyak kejelekanku yang Kau tutupi
Betapa banyak malapetaka yang telah kau hindarkan
Betapa banyak rintangan yang telah Ku singkirkan
Betapa banyak bencana yang telah Kau gagalkan
Betapa banyak pujian baik yang tak layak bagiku telah Kau sebarkan
Ya Allah, besar sudah bencanaku
Berlebihan sudah kejelekan keadaanku
Sedikit sekali amal-amalku
Berat benar belenggu (kemalasan)ku
Angan-angan panjang telah menahan manfaat dariku
Dunia telah memperdayaku dengan tipuannya
Dan jiwaku (telah terpedaya) oleh penghianatan serta kelalaian
Wahai Junjunganku, kumohon kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu janganlah Kau halangi doaku pada-Mu
(oleh karena) kejelkan amal dan perangaiku
jangan Kau ungkap dengan pantauan-Mu rahasiaku yang tersembunyi
jangan Kau segerakan siksa atas perbuatanku dalam kesendirianku
dari jeleknya perbuatanku dan kejahatanku
dan berkekalannya aku dalam dosa dan kebodohanku
dan banyaknya nafsu dan kelalaianku
Ya Allah, dengan kemuliaan-Mu, sayangilah aku dalam segala suasana
Dan kasihi aku dalam segala perkara
Illahi, Rabbi, siapa lagi bagiku selain Engaku yang kumohon
Agar melepaskan deritaku dan memperhatikan urusanku
Illahi, Pelindungku, akankah Kau tetapkan hukuman padaku kala kuikuti hawa nafsuku
Dan ketidakwaspadaanku terhadap tipuan musuhku
Hingga kuterbujuk olhe(selera) nafsuku
Dan terlena dalam buaian birahiku
Lalu kulanggar sebagain peraturan-peraturan yang kau tetapkan bagiku
Dan kulanggar sebagian perintah-perintah-Mu
Cukup sudah bagi-Mu dalih (dalam menjatuhkan hukuman) padaku atas semua kelakuanku itu
Dan tiada alasan bagiku (menolak) hukuman yang akan Kau jatuhkan padaku atas semua ulahku itu
(demikian pula) atas hukum dan bencana yang harus menimpaku
kini aku datang menghadap kepada-Mu, ya Illahi
setelah semua kecerobohan dan pelanggaranku atas diriku
memohon maaf, mengungkapkan penyesalan dengan hati luluh
merasa jera, mengharap ampunan menginsafi kesalahan
mengakui kelalaian, menyadari kecerobohan menginsafi kesalahan
tiada kutemui tempat melarikan diri, dari (dosa-dosa) yang telah kulakukan
dan tiada tempat berlindung agar kuterlepas dari segala noda dan beban
melainkan Kau kabulkan permohonan ampunanku
dan memasukkan daku ke dalam lautan kasih-Mu
Ya Allah, terimalah alasan (pengakuan)ku ini
Dan kasihanilah beratnya kepedihanku
Dan bebaskanlah daku dari kekuatan belengguku
Ya Rabbi, kasihanilah kelemahan tubuhku 3X
Kelembutan kulitku dan kerapuhan tulangku
Wahai Yang mula-mula menciptakanku, menyebut dan mendidikku
Memperlakukanku dengan baik dan memberiku kehidupan
Berikanlah aku karunia-Mu karena Engkau telah mendahuluiku dengan kebaikan-Mu kepadaku
Ya Illahi, Tuhanku, Pemeliharaku
Apakah Engkau akan menyiksaku dengan api-Mu setelah aku mengesakan-Mu
Setelah hatiku tenggelam dalam makrifat-Mu
Setelah lidahku bergeatr menyebut-Mu
Setelah jiwaku terikat dengan cinta-Mu
Setelah segala ketulusan pengakuanku dan permohonanku seraya tunduk bersimpuh pada kekuasaan-Mu?
Tidak, Engkau terlalu mulia untuk mencampakkan orang yang Engkau ayomi
Atau menjauhkan orang yang Engkau dekatkan
Atau menyisihkan orang yang Kau naungi
Atau menjatuhkan pada bencana orang yang Engkau cukupi dan sayangi
Aduhai diriku, ya Tuhanku, Illahi, Pelindungku
Apakah Engkau akan melemparkan ke neraka wajah-wajah yang tunduk rebah karena kebesaran-Mu?
Dan lidah-lidah yang dengan tulus mengucapkan keesaan-Mu
Dan dengan pujian mensyukuri nikmat-Mu?
Kalbu-kalbu yang dengan sepenuh hati mengakui ketuhanan-Mu?
Hati nurani yang dipenuhi ilmu tentang Engkau sehingga bergetar ketakutan?
Tubuh-tubuh yang telah biasa tunduk untuk mengabdi-Mu?
Dan dengan merendah memohon ampunan-Mu?
Tidak sedemikian itu dugaan (kami) pada-Mu
Dan juga tidak demikian kami diberitahukan tentang kemuliaan-Mu
Wahai Pemberi Karunia, Wahai Pemelihara 3X
Engkau mengetahui kelemahanku dalam menanggung beban dunia serta (derita) akibatnya
Serta kesusahan-kesusahan yang menimpa penghuninya
Padahal semua bencana dan kesusahan itu singkat masanya
Sebentar lalunya, pendek usianya
Maka apakah mungkin aku sanggup menanggung bencana akhirat
Dan siksaan-siksaan yang dahsyat di sana … ?
Bencana yang panjang masanya
Dan kekal posisinya
Serta tidak diringankan bagi penghuninya
Sebab semuanya tidak terjadi kecuali karena murka, balasan dan amarah-Mu
Inilah yang bumi dan langit pun tak sanggup memikulnya
Wahai Tuhanku, bagaimana (mungkin) aku (menanggungnya)
Padahal aku hamba-Mu yang lemah, rendah, hina, malang, dan papa
Ya Illahi, Rabbi, Tuhanku, Pelindungku
Urusan apa lagi kiranya yang aku adukan kepada-Mu
Mestikah aku menangis, menjerit
Apakah karena pedihnya azab dan beratnya siksa … ?
Ataukah karena lamanya derita dan langgengnya bencana … ?
Sekiranya Engkau siksa aku beserta musuh-musuh-Mu
Dan Kau himpunkan aku bersama penghuni siksa-Mu
Dan Engkau ceraikan aku dari para kekasih dan kecintaan-Mu
Oh seandainyaku, Ya Illahi, Tuhanku, Pelindungku, Pemeliharaku
(anggaplah) aku dapat bersabar menanggung siksa-Mu
mana mungkin aku mampu bersabar berpisah dari-Mu?
Dan (anggaplah) aku dapat bersabar menahan panas api-Mu
Mana mungkin aku dapat bersabar melihat pada kemuliaan-Mu?
Mana mungkin aku tinggal di neraka padahal harapanku hanyalah maaf-Mu?
Demi kemuliaan-Mu, wahai tuanku, pelindungku
Aku bersumpah dengan tulus
Sekiranya Engkau biarkan aku berbicara (di sana)
Di tengah penghuninya aku akan menangis, seperti tangisan mereka yang menyimpan harapan
Aku akan menjerit, jeritan mereka yang memohon pertolongan
Akuakan merintih, rintihan orangyang kehilangan (harapan)
Sungguh aku akan menyeru-Mu dimanakah Engkau, wahai Pelindung kaum mukminin
Wahai tujuan harapan kaum arifin
Wahai Lindungan kaum yang memohon perlindungan 3X
Wahai Kekasih hamba-hamba(Mu) yang tulus
Wahai Tuhan seru sekalian alam
Akankah Engkau perlakukan demikian … ? Maha Suci Engkau Ya Illahi, dengan segala puji-Mu
Kala Kau dengar suara hamba muslim (di dalam neraka) yang terkurung karena keingkarannya
Yang merasakan siksa karena kedurhakaannya
Yang terperosok ke dalamnya karena dosa dan nistanya …?
Sedankan ia merintih kepada-Mu dengan mendambakan rahmat-Mu
Ia menyeru-Mu dengan lidah ahli tauhid-Mu
Ia bertawassul kepada-Mu dengan ketuhanan-Mu
Wahai Pelindungku, bagaimana mungkin ia kekal dalam siksa …?
Padahal ia berharap pada kebaikan-Mu yang dahulu
Mana mungkin neraka menyakitinya …?
Padahal ia mendambakan karunia dan kasih-Mu
Mana mungkin jilatannya menghanguskannya …?
Padahal Engkau dengar suaranya dan Engkau lihat posisinya
Mana mungkin kobarannya mengurungnya …?
Padahal Engkau mengetahui kelemahannya
Mana mungkin ia jatuh bangun di dalamnya …?
Padahal Engkau mengetahui ketulusannya
Mana mungkin Malaikat Zabaniyyah menghempaskannya …?
Padahal ia memanggil-Mu Ya Rabbi … Ya Allah …
Mana mungkin ia mengharapkan karunia kebebasan daripadanya
Lalu Engkau meninggalkannya di sana … ?
Tidak, tidak demikian itu sangkaku kepada-Mu
(juga) tidak pula menunjukkan kesohoran karunia-Mu
(juga) tidak seperti itu dengan kebaikan serta karunia-Mu Engkau akan perlakukan orang-orang yang bertauhid
dengan yakin aku berani berkata
kalau bukan karena keputusan-Mu untuk menyiksa orang yang mengingkari-Mu
dan ketetapan dari-Mu agar mengekalkan di sana orang-orang yang melawan-Mu
niscaya Kau jadikan neraka seluruhnya sejuk dan damai
tidak akan ada lagi di situ tempat tinggal dan menetap bagi siapa pun
tetapi Maha Kudus asma-Mu
Engkau telah bersumpah untuk memenuhi neraka dengan orang-orang kafir dari golongan jin dan manusia seluruhnya
Engkau akan mengekalkan di sana kaum durhaka
Engkau dengan segala kemuliaan puji-Mu, Engkau telah berkata
Setelah menyebut nikmat yang Engkau berikan
“Akan samakah orang mukmin seperti orang durjana/fasiq. Sungguh tidak sama mereka itu.”
Illahi, Tuhanku
Aku memohon kepada-Mu dengan kodrat yang telah Engkau tentukan
Dengan Qadha yang telah Engkau tetapkan dan putuskan
Dan yang telah Engkau tentukan berlaku pada orang yang dikenai
Limpahkanlah (ampunan-Mu) padaku di malam ini, disaat ini
Pada semua nista yang pernah aku kerjakan
Pada semua dosa yang pernah aku lakukan
Pada semua kejelakan yang pernah aku rahasiakan
Pada semua kejahilan yang pernah aku kerjakan
Yang aku sembunyikan atau aku tampakkan
Yang aku tutupi atau aku tunjukkan
(ampuni) semua keburukan yang telah Engkau suruhkan malaikat yang mulia mencatatnya
mereka yang Engkau tugaskan untuk merekam segala yang ada padaku
mereka yang Engkau jadikan saksi-saksi bersama seluruh anggota badanku
dan Engkau sendiri pengawas di belakang mereka
dan saksi bagi apa yang tak terpantau oleh mereka
dengan rahmat-Mu sembunyikanlah (keburukan-keburukan itu)
dengan karunia-Mu tutupilah itu
dan perbanyaklah bagianku pada setiap kebaikan yang Engkau turunkan
atau setiap karunia yang Kau limpahkan
atau setiap keberuntungan yang Kau sebarkan
atau setiap rezeki yang Kau curahkan
atau setiap dosa yang Kau ampunkan
atau setiap kesalahan yang Kau sembunyikan
Wahai Tuhanku, wahai yang menciptakanku, wahai yang memeliharaku
Ya Illahi, Tuhanku, Pelindungku, Pemilik Nyawaku
Wahai Zat Yang di Tangan-Nya ubun-ubunku
Wahai Yang mengetahui kesengsaraan dan kemalanganku
Wahai Yang mengetahui kefakiran dan kepapaanku
Wahai Tuhanku, Wahai Yang menciptakanku, Wahai Yang memeliharaku
Aku memohon kepada-Mu demi kebenaran dan kesucian-Mu
Dan demi keagungan sifat dan asma-Mu
Jadikan waktu malam dan siangku dipenuhi dengan dzikir pada-Mu
Senantiasa mengabdi kepada-Mu
Diterima amal-amalku di sisi-Mui
Sehingga perbuatan dan ucapan-ucpanku seluruhnya menyatu
Dan kekekalan selalu keadaanku dalam berbakti kepada-Mu
Wahai Tuanku, Wahai Zat yang kepada-Nya aku percayakan diriku
Yang kepada-Nya aku adukan keadaanku
Wahai Tuhanku, Wahai Yang menciptakanku, Wahai Yang memeliharaku 3X
Kokohkan anggota badanku untuk berbakti kepada-Mu
Taguhkan tulang-tulangku untuk melaksanakan niatku
Karuniakan kepadaku kesungguhan agar takut kepada-Mu
Senantiasa untuk berbakti kepada-Mu
Sehingga aku bergegas menuju-Mu bersama pendahulu
Dan berlari ke arah-Mu bersama orang-orang yang berpacu
Merindukan dekat kepada-Mu bersama yang merindukan-Mu
Jadikan daku dekat pada-Mu, dekatnya orang-orang yang ikhlas
Dan takut pada-Mu, takutnya orang-orang yang yakin
Dan berkumpul di hadirat-Mu bersama kaum mukminin
Ya Allah siapa saja bermaksud buruk kepadaku, tahanlah dia
Siapa saja yang memperdayaku, perdayakanlah dia 3X
Jadikan aku hamba-Mu yang paling baik nasibnya di sisi-Mu
Yang paling dekat kedudukannya dengan-Mu
Yang paling istimewa tempatnya di dekat-Mu
Sungguh semua ini tidak akan tercapai kecuali dengan karunia-Mu
Limpahkan kepadaku kemurahan-Mu
Sayangi daku dengan kebaikan-Mu
Jaga diriku dengan rahmat-Mu
Gerakkan lidahku untuk selalu berdzikir pada-Mu
Penuhi hatiku supaya selalu mencintai-Mu
Berikan kepadaku dari yang terbaik dari ijabah-Mu
Hapuskan bekas kejatuhanku
Ampunilah ketergelinciranku
Sungguh Engkau telah wajibkan hamba-hamba-Mu beribadah kepada-Mu
Dan Engkau perintahkan mereka untuk berdoa kepada-Mu
Dan Engkau jaminkan kepada mereka ijabah-Mu
(karena itu) kepada-Mu ya Rabbi kini kuhadapkan wajahku
kepada-Mu ya Rabbi kupanjatkan tanganku
demi kebesaran-Mu perkenankanlah doaku sampaikan daku pada cita-citaku
jangan putuskan harapanku akan karunia-Mu
lindungi aku dari kejahatan jin dan manusia musuh-musuhku
Wahai Yang Maha Cepat ridha-Nya
Ampunilah orang yang tidak memiliki apa pun kecuali hanya दोया
Karena sesungguhnya Engkau akan melakukan apa-apa yang Kau kehendaki
Wahai Yang Asma-Nya adalah penawar dan dzikir (pada-Nya) adalah obat dan ketaatan kepada-Nya adalah kekayaan
Sayangilah orang yang modalnya hanya harapan dan senjatanya hanya tangisan
Wahai Penabur Karunia, Wahai Penolak Bencana
Wahai Nur yang menerangi mereka yang terhempas dalam kegelapan
Wahai Yang Maha Tahu tanpa diberitahu
Karuniailah Muhammad dan keluarga Muhammad
Lakukan padaku apa yang layak bagi-Mu
Semoga Allah melimpahkan kesejahteraan kepada Rasul-Nya serta pada Imam yang mulia dari keluarganya dan sampaikan sebanyak-banyaknya salam kepada mereka.
Dengan Rahmat-Mu Wahai Yang Maha Pengasih

doa tawassul

Ilahi ...

bagaimana hendaknya aku meminta kepada-Mu
sedangkan aku adalah aku (banyak kekurangan) ;

dan bagaimana aku memutuskan harapanku kepada-Mu
sedangkan Engkau adalah Engkau (Yang Kuasa & Sempurna) ;

Ilahi ...

belum lagi aku meminta kepada-Mu, Engkau telah berikan
siapakah yang aku minta (selain Engkau) yang akan mengabulkanku ?

Ilahi ...

aku menghiba kepada-Mu maka Engkau menyayangiku
siapakah jika aku menghiba (selain Engkau) yang akan menyayangiku ?

Ilahi ...

sebagaimana Engkau telah membelah lautan untuk Musa (as)
dan Engkau selamatkan dia ;

maka aku memohon kepada-Mu,
curahkanlah sholawat atas Muhammad dan Keluarganya ;

aku memohon agar Engkau selamatkanlah aku dari derita,
dan Kau bebaskan dari aku penderitaan itu secepat-cepatnya, tidak diperlambat ;

dengan karunia-Mu dan rahmat-Mu wahai,
Yang Maha Pengasih dari segala yang pengasih.